Showing posts with label ISSUES. Show all posts
Showing posts with label ISSUES. Show all posts

Sunday, March 27, 2011

What it takes to be governor



Bagi kalian yang aktif berkicau di Twitter,
saya yakin berita tentang Roy Suryo nggak asing sama sekali di telinga kalian. Bahkan kalau kalian cuma denger selentingan.

Apa?

Belum pernah denger?

Gini, gini.
Jadi, pagi kemaren, 26 Maret 2011, timeline Twitter saya dibanjiri topik 'insiden Roy Suryo diusir'
Bikin ulah apalagi ini si Roy Suryo...
Penasaran, saya buka timeline @ernestprakasa, orang yang disebut-sebut berkaitan sama insiden ini.
Kurang lebih kronologisnya kayak gini:

Ernest Prakarsa (@ernestprakarsa) dan seorang temannya berencana naik flight pukul 6.15 dengan tujuan Yogyakarta. Pas sampe di seat yang mereka pesan, seat itu udah keisi... oleh Roy Suryo dan istrinya.
Usut punya usut, rupanya Roy Suryo salah naik flight karena di tiketnya tertulis pukul 7.45, bukan 6.15.
Tapi Roy Suryo tetep kekeuh nggak mau turun.




A gentleman supposed to be on 7 am flight insist to get on 6 am flight. Holding the whole plane... saying, 'Kamu tahu siapa saya?'

Kemudian terjadi semacam konflik, yang mengakibatkan pesawat ini nggak berangkat tepat waktu.
Disebutkan juga, sang pilot yang bernama Capt. Vino sempat emosi karena Roy Suryo begitu keras kepala, sehingga ia mengumpat, 'PEJABAT EMANG ANJ**G!'

Akhirnya, setelah di'nasihati' 2 orang petugas bandar, akhirnya Roy Suryo turun juga.

Begitu lihat berita ini, saya langsung cenderung nyalahin Roy Suryo. Saya mikir, ya itu emang salahnya kenapa bisa sampe salah liat jadwal tiket sendiri. Dan sepertinya segenap warga Twitter pun mikir begitu, karena timeline saya jadi dipenuhi cacian buat Roy Suryo.

Lalu seperti biasa, nggak berapa lama langsung muncul berita 'resmi' alias 'klarifikasi' cerita yang menyudutkan Roy Suryo itu ( http://www.detiknews.com/read/2011/03/26/160204/1601919/10/lion-air-roy-suryo-salah-naik-pesawat dan http://m.kompas.com/news/read/data/2011.03.26.12164630)

Ada kontroversi tentang ke-valid-an cerita versi Ernest. Menurut berita versi koran, Capt. Vino sama sekali nggak pernah melakukan adegan super epic itu (ya, yang anjing-anjingan). Apalagi Kompas, jelas-jelas nunjukkin keberpihakan ke Roy Suryo.

Berhubung nggak ada di tempat kejadiannya langsung, kita nggak bisa tau dengan pasti versi mana yang bener.
Bukannya subjektif, tapi kalau dinalar... emang apa untungnya buat Ernest kalau dia melebih-lebihkan kejadian yang sebenernya? Cari sensasi? Hampir nggak ada motif yang mendukung kemungkinan palsunya cerita versi Ernest.
Sedangkan kalau cerita versi Roy Suryo... jelaslah kalau itu untuk bersihin namanya. Yah, siapa yang nggak bakal malu kalau 'dianjing-anjing'-in? :)
Kalau sampe ternyata versi Ernest lah yang bener, maka berarti pers bisa dibilang menjadi semacam 'alat' buat menutupi kesalahan pejabat. Padahal, justru pers mestinya jadi penerangan buat rakyat.

Masih berkaitan, Roy Suryo juga bilang lewat berita versi pers itu bahwa sebenernya kejadian itu kesalahan Lion Air karena membiarkan dia check-in padahal jadwalnya salah.

Well... ada benernya sih. *menciut*

Saya baru sadar betapa susahnya pertahanin objektivitas buat menilai isi berita atau ngelaporin sesuatu... Karena jujur aja, saya emang dari awalnya nggak suka sama Roy Suryo ini.

TAPI!

Lagi-lagi, bukannya subjektif (semoga), tapi saya tetep mikir kalau dalam hal ini bukan cuma Lion Air yang pantes disalahin. Roy Suryo juga.
Kenapa? Karena pas dia liat tiketnya itu untuk penerbangan 7.45 dan bukan 6.15, seharusnya dia bisa langsung turun buat mencegah keributan. Tapi bukannya turun, dia malah sempet ngotot beberapa saat sampe harus ditangani petugas dulu. Dan yang paling bikin saya geli, di Twitter maupun di koran, dia berulang kali bilang bahwa dia yang mengalah. MENGALAH. Iya, dia nekenin kata 'mengalah'.

Please...

Saya baru sadar, jadi pejabat itu ternyata nggak cukup cuma modal 'suap',

tapi juga muka tebal,
kuping kebal,
dan otak bebal.


caption and image taken from: Jonny Herjawan's


p.s.: bahkan penumpang selain Ernest (Jonny Herjawan) merasa terganggu. Kalau begini, Ernest yang melebih-lebihkan atau Roy Suryo yang terlalu gengsi buat ngaku? Monggo dinilai sendiri :)

Friday, December 31, 2010

another Indonesia - Malaysia (pointless) dispute

Saya nggak pernah sedikit pun tertarik buat nonton bola. Sepakbola ya maksudnya. Bahkan pas demam World Cup kemarin-marin aja saya nggak ikutan nonton. Padahal euforianya meledak-ledak, pada nonton bareng lah, nginep bareng lah, bangun subuh-subuh lah, demi nonton World Cup. Saya sama sekali nggak terpengaruh.








Tapi, final AFF 2010 kemarin itu pengecualian. Untuk pertama kalinya saya betah duduk di depan TV demi nonton bola. Alesannya nggak lain nggak bukan gara-gara:

1.       Indonesia masuk final AFF
Saya nggak pernah ngikutin karir persepakbolaan timnas Indo, tapi sejauh ini saya belum pernah denger ‘gaung’ prestasi mereka. Saya cuma tau, setiap kali World Cup, Indonesia nggak pernah lolos penyisihan. Walaupun setiap ada World Cup, Indo hampir pasti nggak lolos kualifikasi Asia, tetap saja saya sedikit punya pengharapan. Walaupun pesimis dan cenderung apatis, toh saya ya berharap-harap cemas juga. Siapa sih yang nggak mau negaranya maju? Tapi setiap kali ujung-ujungnya yah... kecewa lagi.

Pas denger Indo menang 5-1 di babak pertama AFF melawan Malaysia, saya cuma semacem “Oh...”

Kemenangan yang kedua. “Eh… canggih juga.

Ternyata berlanjut ke kemenangan ketiga. Kemudian ke kemenangan yang selanjutnya. Semakin banyak kemenangan yang diperoleh timnas, semakin saya berharap. Kecintaan warga Indo pada timnas kita juga nampaknya semakin meningkat. Dukungan semangat untuk Garuda, begitu timnas kita disebut, semakin terdengar di mana-mana. Sampai akhirnya Garuda tiba di final. Saya nggak nyangka, timnas yang tadinya saya remehkan prestasinya sekarang memperoleh kemenangan berturut-turut yang membuatnya berhasil masuk final. Saya jadi penasaran, seperti apa sih performa timnas sekarang?

2.       Indonesia akan melawan Malaysia di babak final
      Saya rasa semua warga Indonesia tahu tentang konflik negara kita dengan Malaysia, meskipun cukup banyak yang nggak tahu duduk permasalahan yang sebenarnya. Konflik ini menimbulkan kebencian mendalam warga Indonesia terhadap Malaysia, walaupun menurut saya ini hanya akibat salah paham, blow-up pers, dan provokasi berlebihan.

Pas denger Indonesia bakal ketemu Malaysia lagi... I was like ‘gila bisa-bisanya ngepas gitu dua musuh bebuyutan saling lawan di final’.



Pertandingan final AFF ini dibagi dalam 2 leg: leg pertama tanggal 26 Desember 2010 di Bukit Jalil, Malaysia, dan leg kedua tanggal 29 Desember 2010 di Gelora Bung Karno, Indonesia.

Komentar saya? Pertandingannya seru, seruuuuu banget. Saya sampai beberapa kali histeris sendiri, narik-narik ujung baju, gemes sendiri. Berhubung baru pertama kali nonton bola, jadi masih agak norak.



Tapi ternyata lebih seru lagi liatin reaksi para supporter :)




Terjadi gontok-gontokan antara supporter Indonesia dan Malaysia, yang berakar dari insiden laser. Pada leg pertama 26 Desember 2010, disebutkan bahwa supporter Malaysia berulang kali menyorotkan laser hijau ke mata Markus (keeper Garuda) sampai  dia merasa terganggu. Pertandingan pun sempat dihentikan selama beberapa menit supaya ‘laser-laseran’ itu reda.


Ketika pertandingan dihentikan itu, ada yang melempar petasan ke tengah lapangan.

Lalu pertandingan leg pertama ini dilanjutkan, dan berakhir dengan kemenangan 3-0 untuk Malaysia.

Banyak supporter Indo seolah nggak bisa menerima kekalahan itu. Lucunya, insiden laser itu yang dijadiin alesan. Padahal jelas-jelas nggak ada satu pun gol Malaysia yang terjadi pas laser-laseran itu lagi pada puncaknya. Ketiga gol Malaysia terjadi setelah pertandingan dihentikan sesaat dan laser mereda.

Lalu ada juga yang menuduh supporter Malaysia melempar petasan ke tengah lapangan dan mengganggu pertandingan, yang ujung-ujungnya menyebabkan Indonesia kalah. Ini sih super aneh. Jelas-jelas petasan dilempar pada saat jeda pertandingan, jadi secara teknis nggak melukai siapa pun dan nggak mengganggu jalannya pertandingan.

Hanya sedikit yang mengakui bahwa performa timnas memang sedang ‘kurang’, atau Malaysia memang pantas menang.

Kalau begini, apa bukannya supporter Indo yang terlihat kekanak-kanakan?

Belum lagi warga Indo yang cuma denger tapi nggak menonton langsung. Gampanglah mereka kena provokasi dari supporter fanatik berlebihan itu. Bisa saja yang mereka dengar hanya sebatas:
“Malaysia menang gara2 supporternya ngarahin laser ke Markus!”

“Masa supporter Malaysia ada yang lempar petasan ke tengah lapangan?!”

“Emang dasar negara maling.”

padahal mereka nggak tahu kronologisnya. Makin menjadi-jadilah hujat-menghujat ke Malaysia.
Malaysia yang terima berbagai macam hinaan yang makin lama makin nggak pantes itu jelaslah panas. Wajar-wajar aja kalau mereka membalas. Eh malah dikatain nggak bermoral sama (beberapa) (oke, lumayan banyak) orang Indo. Saya geli-geli campur miris jadinya.

Lalu leg kedua dilangsungkan, dan berakhir dengan kemenangan untuk Indonesia 2-1. Namun secara akumulasi skornya 4-2 untuk Malaysia, sehingga Malaysia pun keluar sebagai juara Piala Suzuki AFF 2010 ini, dan Indonesia sebagai runner-up.

Lagi-lagi masih banyak supporter yang menyalahkan laser atas kekalahan Indonesia secara keseluruhan (heran ya masih dibahas juga soal laser ini).

Lalu ada juga yang nulis di status FB dan Twitter-nya,

“Nggak papa kalah, yang penting bukan menang gara-gara laser.”

Saya malah malu. Rasanya semakin kita (Indonesia) menyinggung soal laser ini, makin kita terlihat seperti orang yang mencari-cari alasan atas kekalahan. Seperti anak kecil.

Padahal antar pemain Indo-Malaysia aja rukun damai sejahtera. Buktinya? Pas ada pemain Malaysia yang cedera, pemain Indo langsung buru-buru mijit kakinya biar cederanya nggak tambah parah (di pertandingan leg kedua). Sayang saya nggak punya videonya. Pemain Indo nggak ada yang mempermasalahkan kekalahan mereka sama sekali, kenapa malah supporter yang ribut?

Terus ada status Twitter yang lebih lucu lagi. Saya nggak bisa tulis sama persis, tapi intinya dia mengakui bahwa Malaysia ‘menang’, tapi Malaysia bukan ‘juara’ karena Malaysia sering mengklaim budaya Indonesia.

Selama ini sih saya nggak pernah setuju dengan cap ‘maling’ untuk Malaysia itu. Karena Indonesia dan Malaysia itu dua negara yang berdekatan, berbatasan, dan penduduknya serumpun pula. Bagi saya sih nggak aneh kalau beberapa budaya kita ternyata ada yang sama. Bisa aja karena seringnya interaksi antar warga di perbatasan selama berpuluh-puluh tahun mengakibatkan budaya kita tumbuh bersama. Well, kita nggak pernah tahu gimana persisnya kan? Wajarlah kalau kedua negara sama-sama berasa ‘memiliki’ budaya itu. Kita tahunya batik itu asli Indonesia, tapi tanpa kita ketahui budaya batik juga bertumbuh di Malaysia. Jadi pengklaiman Malaysia atas beberapa budaya Indonesia itu bukannya tanpa alesan, nggak terjadi begitu aja secara dadakan, dan menurut saya nggak pantes disebut ‘mencuri’.

Seandainya pun, SEANDAINYA, argumen saya tadi diabaikan, dianggep nggak ada dan nggak benar, saya rasa tetap nggak relevan mengaitkan kemenangan Malaysia dengan masalah ‘Malaysia maling’ itu, karena itu jelas dua permasalahan yang berbeda dan terpisah. Mungkin kasarnya, di satu sisi mereka itu ‘maling’, tapi kita harus mengakui bahwa mereka pemain bola yang tangguh, dan gelar juara itu pantes mereka peroleh.

Kadang, orang Indonesia tetap ‘batu’. Sudah jelas argumen mereka nggak sesuai, nggak relevan, masih aja,
“Alah ngomong apa si lo! Pokoknya gw tetep sebel! Dasar negara maling! Bisanya curang pake laser!” (sumpah ya saya sudah muak banget lihat mereka yang pake alesan laser ini)

Tapi ternyata, kita nggak lebih baik dari mereka dalam hal laser-laseran ini.

Saya sempet baca comment salah satu orang Malaysia di Youtube. Dia bilang bahwa Indonesia sama aja curangnya, pake laser di babak pertama AFF melawan Malaysia, sehingga Indonesia menang 5-1.

Saya penasaran. Ini beneran apa tuduhan kosong doang? Nggak afdol dong kalo nggak pake bukti. Saya coba browsing, terus ketemu lah video ini:



Perhatikan muka keeper Malaysia di menit 4:05-4:07. Kalau saya nggak salah lihat (semoga nggak karena saya udah replay berkali-kali), ada bayangan sinar hijau di wajahnya. Bukannya ini berarti Malaysia juga ‘dicurangi’?

Nggak penting kita permasalahkan ‘laser’ ini, karena...ngaku aja deh...kita nggak tahu persis siapa yang ngarahin laser itu kan? Pelakunya nggak pernah ketangkep. Bisa aja yang ngarahin laser ke muka Markus itu orang Indonesia yang iseng nunjuk-nunjuk gitu. Bisa aja yang ngarahin laser ke keeper Malaysia ternyata supporter Malaysia juga. Jadi selama ini antar supporter Malaysia-Indonesia berantem nggak jelas dengan asumsi: pelaku laser ini pasti berniat buat membuyarkan konsentrasi, karena itu pelakunya pasti dari negara lawan! Berantem dan saling dendam gara-gara asumsi KOSONG.

Kenapa saya jadi emosi ya. Sudah, soal laser ini nggak usah diperpanjang lagi. Titik.



*tarik napas panjang*



Meskipun memicu konflik antar supporter Indo-Malaysia, di sisi lain final AFF 2010 ini efeknya bagus banget buat kita, warga Indonesia. Seperti yang saya bilang di awal, kemenangan demi kemenangan yang Garuda raih meningkatkan kecintaan warga Indo kepada Garuda, dan secara nggak sadar mempersatukan kita. Solidaritas sebagai warga negara sebangsa setanah air semakin ada. Rasa kebersamaan semakin tinggi. Tapi, semoga kebersamaan ini bukan efek euforia saja, yang sifatnya musiman, dan luntur ketika event ini selesai. Semoga rasa saling memiliki ini bertahan, atau malah berkembang. Semoga saja.








Warga yang cenderung apatis, berusaha kritis, sambil berharap.