Sabtu, 30 Oktober 2010 yang lalu, Fakultas Kedokteran UI mengadakan Forum Bahasa dan Sastra 2010, yang merupakan FBS yang ke-3, dan pertama kalinya dibuka untuk umum (sebelumnya ini acara internal). Acara ini bertempatkan di gedung Parasitologi, FK UI, Salemba.
Loh, kok bisa... fakultas kedokteran malah ngadain acara sastra?
Di dalam FK UI itu sendiri ada kumpulan mahasiswa yang punya minat besar di bidang tulis menulis, dan mereka tergabung dalam Tim Redaksi Media Aesculapius. Media Aesculapius, yang akrab disebut MA ini, merupakan surat kabar kedokteran dan kesehatan terbitan mahasiswa FK UI.
Jadi, dalam rangka ngerayain bulan Bahasa setiap bulan Oktober, kumpulan mahasiswa pencinta sastra ini ngadain FBS.
Balik ke topik...
Gue nggak bakalan dateng ke acara ini kalau bukan gara-gara dorongan si pacar. Katanya, ini kesempatan bagus buat dapetin ilmu di bidang tulis menulis (secara gue pengen ambil jurnalistik) dan lagi HTM nya MURAH,
cuma DUA PULUH RIBU PERAK.
HAHAHA.
Entah kenapa gue seneng.
cuma DUA PULUH RIBU PERAK.
HAHAHA.
Entah kenapa gue seneng.
Tadinya gue masih ogah-ogahan, alesannya: takut bentrok sama kerja kelompok. Setelah dipikir-pikir, alesannya super nggak penting. Akhirnya gue memutuskan pergi juga.
Acara ini dibagi jadi 3 sesi:
- Bedah buku “5 Menara” oleh penulisnya, Ahmad Fuadi
- Seminar dan Workshop “Tips dan Trik Mempublikasikan Karya” oleh Khrisna Pabichara, Esti Kinasih, dan Aulya Elyasa
- Jumpa Tokoh Sastra Indonesia: Darwis Tere-liye
Jujur, gue sama sekali nggak pernah denger tentang satu pun dari pembicara-pembicara itu.
Tau deh, tau Esti Kinasih, pernah baca novelnya. Oke, itu satu. Sisanya, bener-bener nggak kenal. Cuma tertarik karena ceritanya berkaitan sama ‘bahasa dan sastra’.
Bermodalkan nekat dan uang duapuluh ribu, gue dan pacar berangkat pagi-pagi ke UI Salemba. Registrasinya mulai jam 08.00. Kami berangkat jam 07.00. Pagi amat? Iya, soalnya 50 pendatang pertama bakal dapet novel GRATIS.
Kami nggak mau rugi, duapuluh ribu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya *senyum licik*.
Kami nggak mau rugi, duapuluh ribu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya *senyum licik*.
Ternyata pas sampai sana, kami...kepagian.
Kami kira begitu, karena yang dateng masih sedikit. Rupanya sampe pas acara mulai pun, hadirinnya nggak sebanyak yang kami kira.
Sesi 1 : Bedah Buku “5 Menara”
sumber: ath17.wordpress.com
Di posternya sih, ditulis: BEDAH BUKU BESTSELLER “5 MENARA” oleh AHMAD FUADI.
Tapi gue nggak pernah denger…
Tapi gue nggak pernah denger…
Bukan, bukan maksud nuduh pihak UI ngibul dalam publikasi, tapi emang dasar gue udah lama nggak ke toko buku, jadi nggak tau buku yang lagi hits.
Gue jadi mikir, ini gimana mau ikut sesi bedah buku ya kalau baca bukunya aja nggak pernah ?
Bisa-bisa gue cengo nggak ngerti apaan yang dingomongin.
Bisa-bisa gue cengo nggak ngerti apaan yang dingomongin.
Walaupun nggak pernah baca bukunya, sesi ini bisa gue ikuti dengan sangat baik. Karena, ternyata yang namanya bedah buku itu mirip-mirip sama promosi buku. Dan... ‘promosi’nya Ahmad Fuadi ini sukses, pemirsa. Gue jadi kepengen beli “5 Menara”.
Cerita di buku itu merupakan improvisasi dari kisah masa kecilnya penulis, tentang bagaimana dia masuk pesantren dan belajar banyak hal di sana. Err, nggak sesimpel itu, tapi gue nggak bisa ngejabarin terlalu panjang, karena gue lupa-lupa inget resensinya “5 Menara” ini. Pokoknya menarik deh, banyak value yang bagus banget, dan rencananya buku ini mau di-filmkan oleh Salman Aristo (sutradara Laskar Pelangi).
Ahmad Fuadi sendiri orang hebat. Dari perkenalannya, dia cerita gimana dia bisa dapetin 8 beasiswa ke luar negeri, dan gimana dia pernah pergi ke berbagai negara, belajar banyak bahasa, dan kerja di kantor surat kabar di Amrik. Pengalamannya yang banyak itu pastinya banyak menginspirasi dia dalam nulis buku-bukunya.
Satu hal yang jadi pembelajaran buat gue di sesi ini :
Pas sesi tanya jawab, ada yang nanya,
“Saya mau nanya, apa mas Ahmad Fuadi ini mengambil inspirasi dari novel-novel lain? Seperti misalnya, Harry Potter ? Karena saya liat ceritanya mirip sekali dengan Harry Potter, di mana latar belakangnya asrama, dan ada permainan favorit, dan semacamnya...”
Ini di telinga gue kedengeran seperti, “Ngaku deh, LU NYONTEK KAGA SIH?”
* * *
Cerita sedikit, pada waktu itu gue sendiri lagi dilematis tentang masalah ‘orisinalitas’ ini. Gue sedang dalam proses menulis buat lomba ‘Esai Pemikiran Kritis’ yang diadakan KANOPI FEUI.
Dalam proses menulis itu, gue dapet masukan dari guru gue…yang ternyata idenya bagus, lebih fresh daripada punya gue. Tapi, gue terlalu gengsi buat masukin ide itu ke esai gue, karena gue merasa sangat ‘nggak banget’ kalo pake ide orang laen.
Dalam proses menulis itu, gue dapet masukan dari guru gue…yang ternyata idenya bagus, lebih fresh daripada punya gue. Tapi, gue terlalu gengsi buat masukin ide itu ke esai gue, karena gue merasa sangat ‘nggak banget’ kalo pake ide orang laen.
Iya, gue menjunjung tinggi orisinalitas. Rasanya nggak rela gitu… kalau ternyata bikinan gue itu ada campur tangan orang lain. Pokoknya harus pure ide gue.
* * *
Ahmad Fuadi
Ahmad Fuadi menjawab,
“Yak... Pas saya baca Harry Potter, saya curiga J.K. Rowling malah surveinya di Gontor (tempat pesantren Ahmad Fuadi). Habisnya, memang mirip banget...
Tapi saya memang banyak baca-baca novel lain dalam proses penulisan ‘5 Menara’ ini, itu sangat membantu sekali. Agak susah ya memulai novel yang genrenya seperti saya ini, karena sebelumnya belum ada novel lokal yang cerita tentang pesantren.
Jadi saya banyak cari inspirasi di novel lain kayak Laskar Pelangi, Harry Potter...”
* * *
Bahkan Ahmad Fuadi pun ngaku bahwa dia butuh referensi dari novel-novel lain…
Nggak ada salahnya nerima masukan dari orang lain, apalagi kalau lagi bikin sesuatu yang berorientasi pada hasil (Justin, 2010)
Sepertinya ego gue harus dikurangi lagi :)
Sepertinya ego gue harus dikurangi lagi :)
“There’s nothing new under the sun”, after all.
P.S.: Gue akhirnya nerima usulan guru gue itu, dan esai gue diterima masuk ke final :D
Sesi 2: Seminar dan Workshop “Tips dan Trik Mempublikasikan Karya”
Khrisna Pabichara
Sumber: facebook.com
Seperti yang ditulis di atas, ada 3 pembicara dalem sesi ini:
Khrisna Pabichara, Aulya Elyasa, dan Esti Kinasih.
Khrisna Pabichara, Aulya Elyasa, dan Esti Kinasih.
2 penulis, dan 1 editor yang juga penulis.
Sebelum sesi ini, kita dikasih handout tentang “Jurus Ampuh ‘Menjual’ Karya”. Bahasanya formal, tapi santai, jadi sangat menarik. Nggak ngebosenin bacanya. Ternyata, yang nulis handout itu Khrisna Pabichara. Gue simpulkan, dia orang yang ahli merangkai kata.
Pas sesinya berjalan pun, Mas Khrisna jadi pembicara yang paling vokal di antara 3 pembicara lainnya. Sementara Mbak Esti dan Mas Aulya tipsnya kurang lebih tentang gimana sebaiknya kita ngirim naskah ke penerbit, Mas Khrisna lebih ke encouraging kami buat berani nulis dan terus belajar teknik-teknik menulis.
Mas Khrisna ini juga boleh dibilang ‘narsis’. Dia pede banget soal karya-karyanya, tulisan-tulisannya.
“Gimana kita bisa ngarep orang lain suka karya kita, kalau kita sendiri nggak cinta tulisan kita?”
Poin bagus. Menurut gue semua penulis harus punya pola pikir kayak gitu.
Gue suka pembawaannya Mas Khrisna, dan betapa dia ngasih banyak masukan yang konstruktif.
In the end, gue berhasil dapetin e-mailnya. Seneng banget, bisa dapet koneksi ke editor :D
Sesi 3: Jumpa Tokoh Sastra Indonesia
Darwis Tere-liye
Harusnya pembicara di sesi ini dua orang, tapi yang satu berhalangan dateng.
Jadilah pembicara di sesi ini Darwis Tere-liye seorang.
Pas dia masuk ruangan, gue sedikit underestimate.
Gimana nggak? Dia dateng nggak bawa apa-apa, berkantung mata, pake kaos, jaket, celana gombrong, dan...sendal jepit. Yang terakhir itu sih nggak termaafkan. Bener-bener bikin kesan lancai. Gue pikir, apa semua sastrawan kayak gini? Mirip-mirip seniman gitu yang cuek sana sini?
Tapi pas dia ngomong...
wah.
Dia itu nyentrik, kritis, pemikir radikal, dan nggak pake bu hao yi si buat nyuarain pemikirannya.
Nggak cemas kalo omongannya bisa nyinggung orang lain. Tapi, itu yang bikin dia keren. Kita emang udah kebanjiran orang munafik. Ini baru beda.
Ini penggalan-penggalan omongannya dia:
“...coba deh kalian baca buku saya. Ambil aja ngasal, yang mana aja. Nggak usah beli gapapa, pinjem aja. Ngapain juga beli? Boros-boros duit, mending pinjem...”
“Ayo masih ada yang mau nanya nggak? Kalo nggak saya pulang nih!”
“Kota saya (Bandung) itu enak. Bebas macet, bebas banjir. Cuma sekarang jadi macet aja kalo hari Sabtu-Minggu, pas kalian, orang-orang Jakarta, dateng menuh-menuhin Bandung.”
See? Dia itu cablak dan nyentrik.
Kutipan yang paling gue suka dari dia:
“Saya lebih suka kalo orang-orang pinter menulis daripada pinter ngomong.
Kenapa? Misal saja, hari ini saya ngomong sama kalian semua. 10 jam ke depan kalian masih inget, 10 hari kalian masih inget... 10 bulan? Mungkin bahkan nama saya aja kalian udah lupa.
Tapi ketika kalian menulis, itu berarti kalian ‘membekukan’ sesuatu. Apa yang jadi pemikiran kalian waktu kalian nulis, semua perasaan kalian, itu bakal ‘dibekukan’.
Coba deh, kalian nulis sesuatu hari ini, tentang apa pun pemikiran kalian. Kalian liat, 10 tahun ke depan, ketika kalian buka lagi tulisan kalian, kalian akan MALU dengan diri kalian sendiri, betapa kalian sangat berbeda dengan diri kalian yang dulu.
Kalian yang dulu yang mencita-citakan diri kalian yang ideal seperti apa, tapi ternyata kalian malah jadi orang yang berbeda. Kalian bakal mikir, ‘kok gw jadi begini ya ?’
Itulah tulisan, kalian ‘membekukan’ pikiran, perasaan kalian. Apa yang berharga saat itu.”
Memotivasi buat nulis banget.
Belum puas dia bikin ‘ulah’ sepanjang sesi, pas seserahan plakat di akhir sesi dia ngomong:
“Apa ? Plakat ? Oh ya, saya lupa bilang ya sama panitia FBS? Saya nggak suka terima plakat. Menuh-menuhin lemari aja. Nggak, nggak usah, makasih.”
Tipe orang yang nggak bakal ada dua kali.
Overall menurut gue acara FBS ini KEREN BANGET.
Acaranya berisi, ngebuka wawasan, dan ngasih ilmu banget. Apalagi HTM-nya tergolong murah.
Acaranya berisi, ngebuka wawasan, dan ngasih ilmu banget. Apalagi HTM-nya tergolong murah.
Tapi sayang, kayaknya kurang gencar publikasinya. Jadi yang dateng nggak terlalu rame. Padahal acara ini berkualitas banget. Mungkin gara-gara baru pertama kalinya dibuka buat umum.
Sukses buat Tim Media Aesculapius! :D
buset, nggak terima plakat. heboh loh heboh!
ReplyDeletewaaaa keren banget vireen rani jadi ngiri banget pengen dateng banget kesana D'':
ReplyDelete@darwin: emang, nyari ribut banget kan wakakak. salah-salah panitianya tersinggung. super cuek sih orangnya, tapi itu yang bikin keren :D
ReplyDelete@rani: yu dateng lagi yuu taon depan xD btw tanggal 28 nanti sama tanggal 4 des ada workshop juga ran, tp workshop nulis fiksi sama jurnalistik gitu sih. berminat ga ran? ;)
ReplyDeletehaaa demia apa itu tanggal2 PADA ULANGAN TT________TT rani nangis dugem nih. maaauu tapi tanggal 4 Des ada hello;fest juga Ren, duh dilema.
ReplyDelete