Saya tahu (bukan) kayaknya (lagi) sudah berminggu-minggu dan berhari-hari dan berjam-jam dan bermenit-menit dan berdetik-detik sejak posting terakhir saya (kalau yang ini gak dihitung). Maaf ya, jamaah. Itu bukan tanda-tanda kalau blog ini akan segera ditelantarkan, cuma.... belakangan ini (bukan) agak sedikit (lagi) hectic.
Izinkan saya merekap kegiatan 3 minggu terakhir. Iya, ini bakal jadi semacam diary isi curhat ABG biasa.
Setelah berdebat, menimbang-nimbang, pura-pura ngasih saran padahal sebenarnya menyugesti, ayahanda akhirnya setuju saya indekos.
Ini kamar saya:
tadaaa
Ini sengaja fotonya yang sebelum dimasukkin barang, soalnya kalau yang sekarang.... yah... gitu deh. Pokoknya bagusan yang ini.
Resmi sudah saya tinggal di sini tertanggal 2 Agustus. Tanggal 3 Agustus daftar ulang, jadi saya pikir mending saya nginep di sini semalam biar besoknya bisa bangun dan datang pagi-pagi ke tempat daftar ulang.
Juga, tanggal 2 Agustus ada pertunjukkan teater di FIB, judulnya 'Matinya Pedagang Manusia'. Jadi habis beres-beres kamar, saya langsung ngesot ke FIB bareng teman saya. Pengalaman perdana nonton teater di kampus ini. Dan ternyata keren. Sumpah. Kepanjangan kalau saya cerita di sini, jadi baru bakal saya bahas di posting selanjutnya.
Walau ditulis di website bahwa registrasi ulang dimulai jam 08.00, tapi pas saya nyampe jam 07.30 itu ngantrinya udah nazubillah..... Udah kayak bagi-bagi sembako gratis motor. Selesai daftar ulang, kami digiring ke stand orientasi, stand fakultas, stand jurusan, yang semua-semuanya gak kayak stand, cuma macam duduk di atas tikar digelar dan saat itu matahari lagi pas di atas kepala alias jam 12.00. Selesai-selesai, kami semacam dehidrasi, basah karena keringet, dan bau ketek. Pas pulang, ternyata kaki saya belang pula.
Akibat pakai flat shoes
Agenda terdekat dari hari daftar ulang adalah latihan paduan suara, tanggal 6 Agustus. Rupanya semacam tradisi di sini, bahwa mahasiswa baru setiap tahunnya nyanyiin para wisudawan di hari wisuda. Awalnya ada sedikit euforia 'pertama kali', juga semacam mencibir mereka yang mau bolos latihan padus. Ternyata euforia ini semakin menyusut di setiap latihan hingga akhirnya menyentuh titik 0 besar di latihan ke-3 menjelang ke-4.
Dan latihannya itu setiap hari Minggu pagi-siang. Saya gak bisa pulang ke Jakarta dan jadi ditinggal nonton Transformers. Cuih.
9-10 Agustus diisi acara Character Building, dan acara ini jauh banget dari perkiraan saya. Saya pikir bakal asik, seru, dan memotivasi. Alhasil, di hari pertama saya tidur pulas sambil bersandar di tembok gymnasium, dan baru bangun setelah jam makan siang. Hari kedua, saya kabur di jam istirahat pertama.
Tanggal 12-13 Agustus ada orientasi tingkat universitas, yang isinya kuliah-kuliah umum yang tidak bisa saya dengar sama sekali karena saya kebagian tempat duduk di paling belakang dan speaker di bagian belakang mati.
Lalu ada sesi orasi-orasi dari... panitia? Saya juga kurang jelas siapa saja itu yang teriak-teriak di panggung depan. Yang jelas, setelah acara ini saya membulatkan tekad untuk gak ikut demonstrasi dalam bentuk apapun.
Terus ada sesi yang diisi oleh pembicara: 'Archan Sang Provokator'. Right. Namanya aja udah gak enak. Mulanya saya mikir konten bicaranya lumayan, sampai suatu titik di mana dia mendiskreditkan kaum gay dengan mengatakan bahwa kaum gay merupakan bentuk degradasi moral bangsa. Okeh. Saya resmi illfeel sama Archan.
Orientasi tingkat fakultas sendiri jatuh pada tanggal 15-16 Agustus. Acara ini menurut saya lebih berbobot dan berguna daripada orientasi tingkat universitas, walaupun saya hampir yakin titik perhatian seluruh maba FISIP di acara ini jatuh pada tibum. Tibum, alias ketertiban umum. Tibum ini semacam seksi keamanan dan seksi disiplin yang ngecek semua atribut dan ngatur mobilisasi. Menarik perhatian karena.... tibum itu gak nyantai banget kalau nemuin segala bentuk pelanggaran (baca: tarik urat) (baca: bentak-bentak). Saya sampai hampir yakin untuk jadi tibum ini harus diaudisi dulu lewat casting teriak, casting muka gahar, dan casting tahan ketawa.
17 Agustus-an tahun ini bisa dibilang 17-an yang paling gak berasa euforianya buat saya pribadi. Ada sih upacara bendera, tapi cenderung kurang tertib (tepatnya anak-anak FISIP), jadi saya gak tahu apa yang terjadi di depan (pengibaran bendera, dsb.), tiba-tiba udah selesai. Kampus saya juga gak didekorasi bendera merah-putih kecil-kecil atau diwarnai lomba panjat pinang. Yah, pokoknya gak berasa deh.
18-24 Agustus diisi OBM, yang isinya pengenalan cara dan metode belajar, yang lumayan seru, tergantung kelas yang diikuti. Tapi ada juga yang bosenin. Pernah satu hari saya diajar dosen kriminologi dan dia banyak cerita-cerita, mulai dari kehidupan napi sampai konflik internal kampus. Seru. Tapi minggu depannya dia sakit, dan penggantinya itu blaarrrgghh. Bosenin parah.
Lalu.... di luar tanggal-tanggal itu saya senggang? Sama sekali gak. Ada banyak agenda tidak tertulis di kalender akademik. Salah satunya, orientasi tingkat jurusan. Beserta tugas-tugasnya.
Bikin yel-yel, bikin name tag, bikin buku tugas, bikin buku tanda tangan.
Di samping tugas-tugas, satu per satu teman-teman saya yang kuliah di luar negeri sudah mulai berangkat, dan saya kerap kali gak bisa ikut perpisahan (baca: makan-makan) bareng teman-teman saya itu karena padatnya jadwal. Saya terpaksa harus menolak kalau diajak pergi jalan-jalan. Yah, dikiranya sombong kali saya. Padahal memang gak memungkinkan. Diberondong tugas-tugas dan terisolasi dari social life, saya pun sempat stress di satu titik.
Bikin yel-yel, bikin name tag, bikin buku tugas, bikin buku tanda tangan.
Di samping tugas-tugas, satu per satu teman-teman saya yang kuliah di luar negeri sudah mulai berangkat, dan saya kerap kali gak bisa ikut perpisahan (baca: makan-makan) bareng teman-teman saya itu karena padatnya jadwal. Saya terpaksa harus menolak kalau diajak pergi jalan-jalan. Yah, dikiranya sombong kali saya. Padahal memang gak memungkinkan. Diberondong tugas-tugas dan terisolasi dari social life, saya pun sempat stress di satu titik.
* * *
Singkat cerita (gak ada singkat-singkatnya padahal), jadwal saya 3 minggu belakangan ini penuh. Rasanya saya pengin cepat-cepat skip saja rangkaian acara orientasi ini, biar cepat-cepat kuliah (euforia maba). Ada hikmahnya juga sih tapi.
Pertama, saya semacam shock gitu, kebiasaan menunda-nunda kerjaan dari SMA masih kebawa. Jadilah saya keteteran. Misalnya, buat tugas orientasi fakultas, kami dikasih tugas untuk bikin 6 esai. Seminggu sebelum hari-H saya ada hari kosong sekitar 2-4 hari, tapi saya baru kelabakannya di H-3. Dan semua essay itu harus ditulis tangan. Dan saya nulis lama banget, entah kenapa. Tulisan 2 halaman di MsWord saya salin dalam waktu 2 jam. Mikirin ide esainya sendiri bisa 2-3 jam. Akhirnya di hari H, saya melangkah ke ranjang jam setengah 7 pagi sambil mengutukki diri sendiri kenapa saya gak nyicil dari kemarin-marin saja. Sumpah, saya jadi kapok banget nunda-nunda kerjaan.
Kedua... Ini gak ada hubungannya sama hikmah ospek sih sebenarnya. Gini, SMA saya dulu (cie, dulu) tergolong sekolah yang kurang memfasilitasi murid-muridnya di bidang non-akademis. Menurut saya sih ya. Tapi beneran deh. Kehidupan organisasi macam OSIS gitu bisa dibilang cenderung pasif. Dan dukungan buat komunitas-komunitas, perlombaan, prestasi di bidang non-akademis itu memprihatinkan. Nah, selama ospek itu saya nemuin betul-betul banyak banget banget banget banget saluran berorganisasi, komunitas, dan kepanitiaan. Terus saya jadi rakus deh, mau ikut ini dan itu. Awalnya saya sempat ragu untuk ikut, takut mengganggu nilai saya nanti. Tapi kalau begitu mah jadi sama saja kayak pas SMA dong. Mumpung saya ngekost juga, jadi gak terlalu masalah kalau saya ikut kegiatan sampai malam. Sebenarnya saya daftar macam-macam sebelum mulai kuliah ini cenderung nekad sih, saya kan gak tau bakal jadi sesibuk apa nantinya. Mungkin (banget) jadwal saya bakal mepet, tapi semoga semuanya masih kepegang. Sekalian belajar manajemen waktu juga.
Mengutip kata-kata si pacar,
"Agak sayang kalau udah masuk situ (kampus saya) tapi gak mati-matian sampe nyaris mati."
Ekstrem. Tapi saya yakin kalian nangkep lah maksudnya.
Ketiga, untuk yang kesekian kalinya saya bersyukur bisa masuk kampus saya ini. Di samping proses seleksinya yang rada-rada gaib, kampus saya ini benar-benar menampung berbagai macam orang. Benar-benar berbagai macam. Maksud saya bukan sekedar etnis, suku, dan agama, tapi juga latar belakang, kisah hidup, pola pikir.... Aduh pokoknya benar-benar gado-gado deh. Ada beberapa orang yang bikin saya amazed sama kisah hidupnya, ada lagi orang yang bikin saya luar biasa minder dengan daftar prestasinya. Dan ini baru orang-orang yang saya temui selama ospek. Belum 4 tahun ke depan. Gila.
Well... selain karena faktor jaket kuning (Iya, ini ngaruh. Bohong banget kalau gak. Nanti saya bakal mamer, siap-siap aja muhahaha *digatak*), saya memang mati-matian pengin masuk sini karena saya pengin berada di lingkungan yang heterogen. Lagi, lagi, lingkungan sekolah saya dulu bisa dibilang homogen... banget malah. Namanya juga sekolah basis agama, kebanyakan seetnis pula. Ketemunya ya itu itu saja, kelas sosialnya ya begitu-begitu saja. Sedangkan pada kenyataannya nanti kalau saya terjun di masyarakat kan gak bisa begitu, gak bisa berharap ada di social circle serupa. Saya pikir, mana lagi tempat yang lebih tepat untuk ngerasain miniatur heterogenitas masyarakat kalau bukan di kampus yang menampung mahasiswa dari seluruh penjuru negeri? Jadi bisa dibilang dalam hal ini saya gak sampai tahap kesulitan beradaptasi yang signifikan, karena memang ini yang saya harapkan.
Kok... bahasa saya mulai gak nyantai gitu ya. Ya sudah. Intinya gitu aja sih.
Pertama, saya semacam shock gitu, kebiasaan menunda-nunda kerjaan dari SMA masih kebawa. Jadilah saya keteteran. Misalnya, buat tugas orientasi fakultas, kami dikasih tugas untuk bikin 6 esai. Seminggu sebelum hari-H saya ada hari kosong sekitar 2-4 hari, tapi saya baru kelabakannya di H-3. Dan semua essay itu harus ditulis tangan. Dan saya nulis lama banget, entah kenapa. Tulisan 2 halaman di MsWord saya salin dalam waktu 2 jam. Mikirin ide esainya sendiri bisa 2-3 jam. Akhirnya di hari H, saya melangkah ke ranjang jam setengah 7 pagi sambil mengutukki diri sendiri kenapa saya gak nyicil dari kemarin-marin saja. Sumpah, saya jadi kapok banget nunda-nunda kerjaan.
Kedua... Ini gak ada hubungannya sama hikmah ospek sih sebenarnya. Gini, SMA saya dulu (cie, dulu) tergolong sekolah yang kurang memfasilitasi murid-muridnya di bidang non-akademis. Menurut saya sih ya. Tapi beneran deh. Kehidupan organisasi macam OSIS gitu bisa dibilang cenderung pasif. Dan dukungan buat komunitas-komunitas, perlombaan, prestasi di bidang non-akademis itu memprihatinkan. Nah, selama ospek itu saya nemuin betul-betul banyak banget banget banget banget saluran berorganisasi, komunitas, dan kepanitiaan. Terus saya jadi rakus deh, mau ikut ini dan itu. Awalnya saya sempat ragu untuk ikut, takut mengganggu nilai saya nanti. Tapi kalau begitu mah jadi sama saja kayak pas SMA dong. Mumpung saya ngekost juga, jadi gak terlalu masalah kalau saya ikut kegiatan sampai malam. Sebenarnya saya daftar macam-macam sebelum mulai kuliah ini cenderung nekad sih, saya kan gak tau bakal jadi sesibuk apa nantinya. Mungkin (banget) jadwal saya bakal mepet, tapi semoga semuanya masih kepegang. Sekalian belajar manajemen waktu juga.
Mengutip kata-kata si pacar,
"Agak sayang kalau udah masuk situ (kampus saya) tapi gak mati-matian sampe nyaris mati."
Ekstrem. Tapi saya yakin kalian nangkep lah maksudnya.
Ketiga, untuk yang kesekian kalinya saya bersyukur bisa masuk kampus saya ini. Di samping proses seleksinya yang rada-rada gaib, kampus saya ini benar-benar menampung berbagai macam orang. Benar-benar berbagai macam. Maksud saya bukan sekedar etnis, suku, dan agama, tapi juga latar belakang, kisah hidup, pola pikir.... Aduh pokoknya benar-benar gado-gado deh. Ada beberapa orang yang bikin saya amazed sama kisah hidupnya, ada lagi orang yang bikin saya luar biasa minder dengan daftar prestasinya. Dan ini baru orang-orang yang saya temui selama ospek. Belum 4 tahun ke depan. Gila.
Well... selain karena faktor jaket kuning (Iya, ini ngaruh. Bohong banget kalau gak. Nanti saya bakal mamer, siap-siap aja muhahaha *digatak*), saya memang mati-matian pengin masuk sini karena saya pengin berada di lingkungan yang heterogen. Lagi, lagi, lingkungan sekolah saya dulu bisa dibilang homogen... banget malah. Namanya juga sekolah basis agama, kebanyakan seetnis pula. Ketemunya ya itu itu saja, kelas sosialnya ya begitu-begitu saja. Sedangkan pada kenyataannya nanti kalau saya terjun di masyarakat kan gak bisa begitu, gak bisa berharap ada di social circle serupa. Saya pikir, mana lagi tempat yang lebih tepat untuk ngerasain miniatur heterogenitas masyarakat kalau bukan di kampus yang menampung mahasiswa dari seluruh penjuru negeri? Jadi bisa dibilang dalam hal ini saya gak sampai tahap kesulitan beradaptasi yang signifikan, karena memang ini yang saya harapkan.
Kok... bahasa saya mulai gak nyantai gitu ya. Ya sudah. Intinya gitu aja sih.
* * *
Sekian curhat saya. Postingan perdana setelah hampir sebulan. Lumayan buat pemanasan. Semoga habis ini saya bisa kebut nulis posting yang lain-lain lagi. Masak posting bulan ini cuma ini dan yang kemarin. Yah, kasian amat deh. Doakan saya ya, pembaca sekalian. *melambai ke kekosongan*
IIIIIHH SAMA BANGET REN YANG ARCHAN2 ITU. Dari awal emang gayanya agak-agak blunt (konotasi blur) tapi ternyata nggak cuma blunt dia juga homophobic =____= Apalagi pas giliran dia waktu udah abis dia masih maksa DUUUH dipikir orang ngg mau pulang apa #curcol
ReplyDeleteHah iya? Pas terakhir2 dia maksa gitu? (Saking udah kekih jadi gak perhatiin)
ReplyDeleteSebel banget deh Ran, langsung jadi males sama acara OKK gara2 dia, tapi untungnya ketebus di hari kedua.
Semoga tahun depan ospeknya gak kecolongan orang2 macem begini lagi.